PERBANDINGAN UU PPH DAN UU OMNIBUS LAW


PERBANDINGAN UU PPH DAN UU OMNIBUS LAW

Undang-Undang/Perundang-undangan (UU) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden. Undang-undang memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk negara. Undang-undang dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan di antara keduanya.

Apakah kalian tau? Perbandingan UU PPh dengan UU Omnibus Law? Kedua Undang-Undang ini hampir sama. Tapi juga ada pembeda nya lho, berikut adalah perbandingan UU PPh dengan UU Omnibus Law :



UU PPh                                                                                                            

Pasal 2

 

(1)   Yang menjadi subjek pajak adalah:

1.      orang pribadi;

2.      warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;

a)      badan; dan

b)      bentuk usaha tetap.

(1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

(2)   Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

(3)   Subjek pajak dalam negeri adalah:

a.      orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari

183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

b.     badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

1.      pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan;

2.      pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

3.      penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan

c.        warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak

 

(4)   Subjek pajak luar negeri adalah:

a.      orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan

b.      orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

 

(5)   Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:

a.    tempat kedudukan manajemen;

b.    cabang perusahaan;

c.     kantor perwakilan;

d.    gedung kantor;

e.     pabrik;

f.      bengkel;

g.     gudang;

h.     ruang untuk promosi dan penjualan;

i.      pertambangan dan penggalian sumber alam;

j.      wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

k.     perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan;

l.       proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

m.    pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

n.      orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;

o.      agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan

p.      komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

 

(6)  Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.

 

 

Pasal 4

 

1)   Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:


a.      Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undangundang ini;

b.     hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

c.     laba usaha;

d.    keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1.    keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2.     keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

3.     keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

4.    keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan; dan

5.    keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

e.      penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

f.      bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

g.     dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

h.     royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

i.       sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j

j.       penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k.     keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

l.       keuntungan selisih kurs mata uang asing;

m.   selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

n.     premi asuransi;

o.     iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

p.     
tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

q.     penghasilan dari usaha berbasis syariah;

r.       imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

s.      surplus Bank Indonesia.

 

2)      Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:

a.      penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

b.     penghasilan berupa hadiah undian;

c.      penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang

d.     penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

e.      penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

3)      Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

a.         

1.      bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerimakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

2.      harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di  antara pihakpihak yang bersangkutan;

 

b.      warisan;

c.      harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan  modal;

d.      penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang

e.      pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

f.      dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

 

                                                          i. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

                                                        ii. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik            daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; 


g.   iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

h.      penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidangbidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

i.      bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas sahamsaham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

j.      dihapus;

k.      penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

1.      merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

2.      sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

l.       beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

m.   sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang

n.      bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

 

Pasal 26

 

(1)   Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:


a.     dividen;

b.     bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;

c.     royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

d.    imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

e.    hadiah dan penghargaan;

f.     pensiun dan pembayaran berkala lainnya;

g.    premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau

h.    keuntungan karena pembebasan utang.


(1a)Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

 

(2)   Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.

 

(2a) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) dipotong pajak   sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.


(3)   Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (2a) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

 

(4)   Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang

(5)   Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (2a), dan ayat (4) bersifat final, kecuali:

a.      pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c; dan

b.      pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.


 


UU Omnibus Law


Pasal 2

 

(1)   Yang menjadi subjek pajak adalah:

a.   1. orang pribadi;

 2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;

b.   badan; dan

c.   bentuk usaha tetap.

(1a)Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya            dipersamakan dengan subjek pajak badan.

(2)   pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

(3)   Subjek pajak dalam negeri adalah:

a. orang pribadi, baik yang merupakan Warga Negara Indonesia maupun warga negara asing, yang:


(1)   bertempat tinggal di Indonesia;

(2)   berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau

(3)  dalam suatu Tahun Pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.


Penjelasan Perubahan:

·        terdapat tambahan jenis subjek pajak luar negeri (SPLN) baru yaitu WNI yang berada di luar negeri lebih dari 183 dalam waktu 1 tahun yang memenuhi persyaratan tempat tinggal, pusat kegiatan utama, tempat menjalankan kebiasaan, status subjek pajak, dan/atau persyaratan tertentu lain yang diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK).

 

·        WNI tersebut ditetapkan sebagai SPLN bila menjalankan ataupun usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui badan usaha tetap (BUT) di Indonesia serta bila WNI tersebut memperoleh penghasilan dari Indonesia dengan tidak menjalankan usaha ataupun melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.


 

(4)   Subjek pajak luar negeri adalah:

a.        orang pribadi yang tidak bertempat tinggal diI ndonesia;  

b.        warga negara asing yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

c.       Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan serta memenuhi persyaratan:

a.        tempat tinggal;

b.        pusat kegiatan utama;

c.        tempat menjalankan kebiasan;

d.        status subjek pajak; dan/atau

e.        persyaratan tertentu lainnya,


yang ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;

 

Pasal 4

Penjelasan Perubahan:

·       Pada Pasal 4 ayat (1a), RUU Cipta Kerja memberikan pengecualian dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) mengenai penghasilan yang menjadi objek pajak terhadap WNA yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN).

·       Pada Pasal 4 ayat (1a), RUU Cipta Kerja memberikan pengecualian dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) mengenai penghasilan yang menjadi objek pajak terhadap WNA yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN).

·       Namun, Pasal 4 ayat (1b) mengatur penghasilan yang diterima oleh WNA sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan di Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan di luar Indonesia sebagai penghasilan yang diterima dari Indonesia.

·       Ketentuan Pasal 4 ayat (1a) ditetapkan tidak berlaku bagi WNA yang memanfaatkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara mitra. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria keahlian yang berhak mendapatkan perlakuan sesuai dengan Pasal 4 ayat (1a) akan diatur melalui PMK.

 

a)     Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), warga negara asing yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia, dengan ketentuan:

a.     memiliki keahlian tertentu; dan

b.     berlaku selama 4 (empat) Tahun Pajak yang dihitung sejak menjadi subjek pajak dalam negeri.

b)    Termasuk dalam pengertian penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana

dimaksud pada ayat (1a) berupa penghasilan yang diterima atau diperoleh warga negara asing sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan di Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan di luar Indonesia.

c)     Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) tidak berlaku terhadap warga negara asing yang

memanfaatkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tempat warga negara asing memperoleh penghasilan dari luar Indonesia.

d)     Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria keahlian tertentu serta tata cara pengenaan Pajak

Penghasilan bagi warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 

Penjelasan Perubahan:

·        Pada Pasal 4 ayat (3) huruf f, dividen yang dikecualikan dari objek pajak antara lain dividen dari dalam negeri yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi yang diinvestasikan di wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu atau yang diterima oleh badan dalam negeri.

·        Dividen dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari BUT di luar negeri yang diterima oleh wajib pajak badan dalam negeri atau orang pribadi juga dikecualikan dari objek pajak sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kebutuhan bisnis di Indonesia dalam jangka waktu tertentu

·       Syarat agar dividen dari luar negeri dikecualikan dari objek pajak antara lain pertama, dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan paling sedikit harus sebesar 30% dari laba setelah pajak.

·        Kedua, dividen yang berasal dari badan usaha luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek harus diinvestasikan di Indonesia sebelum Dirjen Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen.

·        Dividen dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari BUT di luar negeri yang diterima oleh wajib pajak badan dalam negeri atau orang pribadi juga dikecualikan dari objek pajak sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kebutuhan bisnis di Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Syarat agar dividen dari luar negeri dikecualikan dari objek pajak antara lain pertama, dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan paling sedikit harus sebesar 30% dari laba setelah pajak. 

a.        Penghasilan dari luar negeri yang tidak melalui BUT juga dikecualikan dari objek pajak apabila diinvestasikan di Indonesia dengan syarat penghasilan tersebut berasal dari usaha aktif di luar negeri dan bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di luar negeri.

b.        Bila wajib pajak tidak menginvestasikan penghasilan dari dividen ataupun penghasilan BUT luar negeri setelah pajak dalam jangka waktu tertentu maka dividen dan penghasilan dari BUT luar negeri akan menjadi penghasilan pada tahun pajak. Lalu, pajak atas penghasilan yang telah dibayar.


Perubahan Ketentuan:

f.          dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan sebagai berikut:

1.      dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak:

a)       orang pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu; dan/atau

b)       badan dalam negeri

2.      Dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kebutuhan bisnis lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu, dan memenuhi persyaratan berikut:

a)       Dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut paling sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari laba setelah pajak: atau

b)       dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di

bursa efek diinvestasikan di Indonesia sebelum Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan

pajak atas dividen tersebut sehubungan dengan penerapan Pasal 18 ayat (2) Undang Undang ini.

3.      Dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada angka 2 merupakan:

a)       Dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek; atau

b)      Dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sesuai dengan proporsi kepemilikan saham.


4.      Dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b) dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam angka 2 , diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a) berlaku ketentuan:


a)     Atas dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut, dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan;

b)     Atas selisih dari 30% (tiga puluh persen)  laba setelah pajak dikurangi dengan  dividen  dan/atau  penghasilan  setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud  dalam  huruf  a) dikenai  Pajak Penghasilan;

c)     Atas sisa laba setelah  pajak dikurangi dengan dividen dan/atau penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada huruf  a)  serta atas selisih sebagaimana dimaksud pada huruf  b), tidak dikenai Pajak Penghasilan;

 

5.      Dalam hal dividen sebagaumana dimaksud pada angka 3 huruf  b) dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentu usaha tetap diluar negeri sebagaimana dimaksud dalam angka 2, diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah laba setelah pajak sebagaimana dimaksud  pada angka 2 huruf  a) , berlaku ketentuan :


a)      Atas deviden dan  penghasilan  setelah  pajak  yang diinvestasikan tersebut, dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan;

b)      Atas sisa laba setelah pajak dikurangi dengan dividen dan/atau penghasilan setelah  pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud dalam huruf  a) , tidak dikenai Pajak Penghasilan;

 

6.      Dalam hal dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangka di bursa efek diinvestasikan  di Indonesia setelah Direktur Jenderal  Pajak menerbitkan  surat ketetapan pajak atas dividen tersebut sehubungan dengan penerapan pasal 18 ayat (2) Undang-Undang ini, dividen dimaksud tidak dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2.

 

7.      Pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam  negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikecualikan dari pengenaan  Pajak Penghasilan dalam  hal penghasilan tersebut diinvestasikan di wilayah  Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu dan memenuhi persyaratan berikut :

 

a)      Penghasilan berasal dari usaha aktif di luar negeri.

b)      Bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di luar  negeri .

 

8.      Pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau  terutang diluar negeri  atas  penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 6 berlaku ketentuan :

 

a)      Tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan  yang terutang.

b)      Tidak dapat dbebankan sebagai biaya atau  pengurangan penghasilan; dan/atau

c)      Tidak dapat dimintakan pengembalian  kelebihan pembayaran pajak. 

 

9.      Dalam hal Wajib Pajak tidak menginvestasikan penghasilan dalam  jangka waktu  tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 6, berlaku ketentuan :

 

a)      Penghasilan dari luar negeri tersebut merupakan penghasilan pada Tahun pajak diperoleh; dan

b)      Pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau  terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut merupakan  kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  24 Undang-Undang ini.

 

10.  Ketentuan lebih lanjut mengenai :

 

a)      Kriteria tata cara dan  jangka waktu  tertentu  untuk investasi sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka 3, dan angka 6.

b)      Tata cara pengecualian pengenaan pajak penhasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2, angaka 3, dan angka 6.

c)      Perubahan batasan dividen yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka 5.

 

                        Diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

 Penambahan Ketentuan :

 

o.     Dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan/atau BPIH  khusus , dan penghasilan dari pengembangan keuangan  haji dalam bidang atau  instrumen keuangan tertentu, diterima Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPIH), yang  ketentuannya diatur dengan atau  berdasarkan  Peraturan  Menteri Keuangan;

p.     Sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau  lembaga sosial dan  keagamaan  yang terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana sosial dan keagamaan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, atau ditempatkan sebagai dana abadi yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan  Peraturan  Menteri  Keuangan;

q.     Keuntungan karena pengalihan harta orang pribadi ,  harta anggota firma, perseroan komanditer atau kongsi tersebut kepada perseroan terbatas di dalam negeri sebagai pengganti sahamnya, dengan syarat :

1.     Pihak yang mengalihkan atau pihak-pihak yang mengalihkan secara bersama-sama memiliki paling sedikit 90% (sembilan puluh persen)  dari jumlah modal yang disetor ;

2.     Pengalihan tersebut diberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak ;

3.     Pengenaan pajak dikemudian hari atas keuntungan  tersebut dijamin.

 

Pasal  26

   (1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini , dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan,        disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek        pajak dalam  negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan  luar          negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia  dipotong            pajak  sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah  bruto oleh pihak yang wajib membayarkan :

a.        Dividen;

b.       Bunga termasuk premium, diskonto, dan  imbalan sehubungan dengan jaminan     pengembalian utang;

c.        Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan  harta;

d.        Imbalan  sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

e.        Hadiah dan penghargaan;

f.         Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;

g.        Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau

h.        Keuntungan karena pembebasan utang.

(1a)Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau    melakukan  kegiatan  usaha melalui bentuk usaha tetap di Idonesia sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) adalah negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar  negeri yang  sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

(1b) Tarif  sebesar  20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib   membayarkan bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan   jaminan pengembalian utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat   diturunkan dengan Peraturan Pemerintah.

 (2) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransiluar negeri dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.

 

(2a) Atas penghasilan  dari penjualan atau  pengalihan saham  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18           ayat (3c) dipotong pajak sebesar  20% dari perkiraan penghasilan  neto.

 

Penjelasan Perubahan:                            

·       Pada Pasal 26, RUU Cipta Kerja menambahkan satu ayat yakni Pasal 26 ayat (1b). Pasal 26 ayat (1b) menambah ketentuan mengenai PPh Pasal 26 atas bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang pada Pasal 26 ayat (1) huruf.

·       Pada Pasal 26 ayat (1b), tarif sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang dapat diturunkan melalui peraturan pemerintah (PP).

 

 


 


 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENEGASAN TENTANG PPh ATAS JASA PEMAKAIAN GUDANG/LAPANGAN PENUMPUKAN DI LINGKUNGAN PELABUHAN

UMARA TAX CONSULTING

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 2023 TENTANG TARIF PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN WAJIB PA.JAK ORANG PRIBADI