Penjelasan Tentang SPPT dan SKP PBB
Penjelasan Tentang SPPT dan SKP PBB
Pada kondisi tertentu,
selain SPPT. Dirjen Pajak atau Kepala Daerah juga bisa menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP). Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP), dan Surat Tagihan Pajak (STP) inilah
yang akan menjadi dasar penagihan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).
Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang
Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang atau SPPT merupakan surat yang digunakan Dirjen Pajak (DJP) untuk
memberitahukan besarny pajak terutang kepada wajib pajak. Dirjen Pajak
meneribitkan SPPT untuk PBB sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan
sektor lainnya (PPB–P3). Sedangkan, SPPT
untuk PBB sektor perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) akan diterbitkan oleh Kepala
Daerah.
Undang-Undang PBB Pasal
10 ayat (1) menjelaskan SPPT diterbitkan berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek
Pajak (SPOP) yang disampaikan wajib pajak. Tetapi, tidak semua wajib pajak
diberikan SPOP dan diwajibkan untuk mengembalikannya. Pasal 9 ayat (1)
Undang-Undang PBB menjelaskan bahwa wajib pajak yang pernah dikenakan Iuran
Pembangunan Daerah (Ipeda) tidak wajib mendaftarkan objek pajaknya kecuali jika
menerima SPOP.
SPPT juga dapat
diterbitkan berdasarkan data yang sudsh ada pada DJP. Ini dilakukan untuk mempermudah wajib pajak. Pelunasan SPPT ini
harus dilunasi wajib pajak paling lambat 6 bulan sejak tanggal diterimanya
SPPT. SPPT mempunyai lima fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai dasar untuk pengenaan pajak.
2. Sebagai bukti terdaftarnya objek pajak.
3. Sebagai dasar untuk penerbitan Surat
Tagihan Pajak (STP).
4. Sebagai kelengkapan administrasi
perpajakan lainnya.
5. Untuk keperluan administrasi pemenuhan
kewajiban pelunasan atau pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Hal penting yang perlu
diingat dan menjadi catatan adalah SPPT
bukan bukti kepemilikan objek pajak. Karena,
fungsi utama dari SPPT adalah untuk
memberitahukan besaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terutang.
Surat
Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan
Surat Ketetapan Pajak
Pajak Bumi dan Bangunan atau SKP PBB merupakan surat ketetapan yang menentukan
besarnya pokok Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau selisih pokok Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), besarnya sanksi administrasi, dan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
yang terutang.
Dirjen Pajak dapat
mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) apabila Surat Pemberitahuan Objek
Pajak (SPOP) tidak disampaikan kembali dalam waktu 30 hari sejak diterima. Dan,
apabila wajib pajak tersebut tetap belum mengembalikan Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (SPOP) yang diterima setelah ditegur secara tertulis maka Dirjen
Pajak dapat menerbitkan SKP PBB.
Dirjen pajak juga bisa
mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKP PBB) dalam hal
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang
terutang lebih besar dari jumlah yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek
Pajak (SPOP) yang disampaikan wajib pajak.
Untuk wajib pajak yang
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) akan dikenai sanksi berupa denda
sebesar 25% dari pokok pajak. Pelunasan jumlah pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) ini harus
dilunasi maksimal 1 bulan sejak tanggal diterima Surat Ketetapan PBB (SKP PBB).
Komentar
Posting Komentar