Penjelasan Tentang Pajak Atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
Penjelasan
Tentang Pajak Atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
Jika orang pribadi
mempunyai tanah atau bangunan maka akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) atas
persewaan tanah dan/atau bangunan. Penghasilan yang diterima atau diperoleh
orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah,
rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor,
toko, rumah toko, gudang dan industri, tertang Pajak Penghasilan (PPh) yang
bersifat final. Untuk besaran tarif yang dikenakan atas penghasilan tersebut
adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan, baik untuk yang menyewakan wajib
pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan.
Pengertian dari jumlah
bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan oleh penyewa dalam
bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan termasuk biaya
perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge baik
yang perjanjian yang dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.
Pada
Saat Terutang
Untuk Pemotong PPh Pasal 4 ayat 2 atas penghasilan yang diterima dari
persewaan tanah dan/atau bangunan adalah sebagai berikut:
§ Apabila
penyewa merupakan badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap (BUT), kerjasama operasi, perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak, maka PPh yang terutang wajib dipotong oleh penyewa.
Selanjutnya, penyewa wajib memberikan bukti potong kepada yang menyewakan atau
yang menerima.
§ Apabila
penyewa merupakan orang pribadi atau bukan subjek pajak penghasilan selain yang
disebutkan diatas, maka PPh yang terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang
menyewakan.
Pada
Saat Penyetoran
Untuk hal Pajak Penghasilan (PPh)
terutang harus dilunasi melalui pemotongan oleh penyewa, maka penyetoran dapat dilakukan ke bank
persepsi dan Kantor Pos dengan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya
setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP).
Pada
Saat Pelaporan
Dalam pelaporan pemotongan dan penyetorannya dilakukan ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) dengan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya
setelah bulan pembayaran atau terutang sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh
Pasal 4 ayat (2). Untuk hal Pajak Penghasilan (PPh) terutang harus disetor
sendiri oleh yang menyewakan, maka yang menyewakan wajib menyetor Pajak
Penghasilan (PPh) yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dengan
selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
Berikut tabel tentang perbedaan Pajak
Penghasilan (PPh) Final dipotong atau dibayar sendiri antara orang pribadi
dengan badan atau orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong :
Apakah
Pajak Penghasilan (PPh) Final Dipotong atau Dibayar Sendiri? |
Penyewa |
||
Orang
Pribadi (OP) |
Badan/
Orang Pribadi yang ditunjuk sebagai Pemotong |
||
Pemilik |
Orang Pribadi
(OP) |
Setor sendiri
(maksimal tanggal 15 bulan berikutnya) |
Dipotong penyewa
(setor maksimal tanggal 10 bulan berikutnya) |
Badan/ Orang
Pribadi yang ditunjuk sebagai Pemotong |
Setor sendiri
(maksimal tanggal 15 bulan berikutnya) |
Dipotong penyewa
(setor maksimal tanggal 10 bulan berikutnya) |
PERATURAN TERKAIT
Komentar
Posting Komentar