SE tentang Penegasan Pelaksanaan PP 23 2018
SURAT EDARAN
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 23 Tahun 2018 TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH
WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU |
|||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Yth. |
1. |
Pejabat Eselon II di lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak; |
|||||||
|
2. |
Kepala Kantor Wilayah; |
|||||||
|
3. |
Kepala Kantor Pelayanan Pajak; |
|||||||
|
4. |
Kepala Kantor Layanan lnformasi dan Pengaduan; dan |
|||||||
|
5. |
Kepala Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan |
|||||||
|
di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak |
||||||||
|
|
||||||||
A. |
Umum |
||||||||
|
Sehubungan dengan telah diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (PP 23 Tahun 2018) dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.03/2018 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (PMK-99/PMK.03/2019), yang
dalam pelaksanaannya masih membutuhkan penegasan dan petunjuk mengenai
prosedur pelaksanaan PP 23 Tahun 2018 dan
PMK-99/PMK.03/2019, perlu menetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
mengenai petunjuk pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. |
||||||||
|
|
||||||||
B. |
Maksud dan Tujuan |
||||||||
|
1. |
Maksud |
|||||||
|
|
Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman
dalam pelaksanaan PP 23 Tahun 2018. |
|||||||
|
2. |
Tujuan |
|||||||
|
|
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk: |
|||||||
|
|
a. |
menciptakan keseragaman dalam pelaksanaan PP 23 Tahun 2018; |
||||||
|
|
b. |
menegaskan mengenai pelaksanaan beberapa ketentuan dalam PP 23 Tahun 2018; dan |
||||||
|
|
c. |
menjelaskan mengenai prosedur pelaksanaan PP 23 Tahun 2018. |
||||||
|
|
|
|
||||||
C. |
Ruang Lingkup |
||||||||
|
Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi: |
||||||||
|
1. |
Pengertian. |
|||||||
|
2. |
Penegasan mengenai pelaksanaan ketentuan PP 23 Tahun 2018: |
|||||||
|
|
a. |
Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak
Penghasilan (PPh) final sesuai ketentuan PP 23 Tahun 2018; |
||||||
|
|
b. |
Penghasilan yang dikenai PPh final sesuai ketentuan PP 23 Tahun 2018; |
||||||
|
|
c. |
Pemberitahuan bagi Wajib Pajak yang memilih untuk dikenai PPh berdasarkan
Ketentuan Umum PPh; |
||||||
|
|
d. |
Perlakuan PPh bagi Wajib Pajak badan tertentu berbentuk Persekutuan
Komanditer (CV) atau firma; |
||||||
|
|
e. |
Perlakuan PPh bagi Wajib Pajak badan berupa bank, bank perkreditan
rakyat, koperasi simpan pinjam, lembaga keuangan mikro, lembaga pemberi dana
pinjaman, dan/atau badan yang melakukan usaha gadai; |
||||||
|
|
f. |
Perlakuan atas PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 yang
telah dipotong atau dipungut atau disetor sendiri bagi Wajib Pajak yang telah
diterbitkan surat pembatalan dan/atau pencabutan Surat Keterangan; |
||||||
|
|
g. |
Kompensasi kerugian bagi Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan yang dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018; |
||||||
|
|
h. |
Penghitungan angsuran PPh Pasal 25; dan |
||||||
|
|
i. |
Hal-hal lainnya yang perlu ditegaskan terkait dengan pengenaan PPh yang
bersifat final berdasarkan PP 23 Tahun 2018. |
||||||
|
3. |
Prosedur pelaksanaan PP 23 Tahun 2018. |
|||||||
|
|
|
|||||||
D. |
Dasar |
||||||||
|
1. |
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; |
|||||||
|
2. |
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU
PPh); |
|||||||
|
3. |
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam
Tahun Berjalan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 2019,
beserta peraturan pelaksanaannya; |
|||||||
|
4. |
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (PP 23 Tahun 2018); |
|||||||
|
5. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2015 tentang
Tata Cara Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak
Terutang; |
|||||||
|
6. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.03/2018 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (PMK-99/PMK.03/2018); |
|||||||
|
7. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2018 tentang
Penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus
Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan
Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Wajib Pajak Lainnya yang
Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala dan Wajib
Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (PMK-215/PMK.03/2018); |
|||||||
|
8. |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 tentang
Norma Penghitungan Penghasilan Neto; |
|||||||
|
9. |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-09/PJ/2019 tentang
Pembatalan dan Pencabutan Surat Keterangan Pajak Penghasilan Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PER-09/PJ/2019); dan |
|||||||
|
10. |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat
Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. |
|||||||
|
|
|
|||||||
E. |
Materi |
||||||||
|
1. |
Pengertian. |
|||||||
|
|
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan: |
|||||||
|
|
a. |
PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh adalah PPh yang dihitung berdasarkan
Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU PPh dan
dikalikan dengan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau
Pasal 31E UU PPh; |
||||||
|
|
b. |
Surat Keterangan PPh Berdasarkan PP 23 Tahun 2018, yang
selanjutnya disebut Surat Keterangan, adalah surat yang diterbitkan oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak yang
menerangkan bahwa Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan yang
dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018; |
||||||
|
|
c. |
Nomor Pokok Wajib Pajak, yang selanjutnya disingkat NPWP, adalah nomor
yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib
Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya; dan |
||||||
|
|
d. |
Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disebut KPP, adalah instansi
vertikal Direktorat Jenderal Pajak (DJP). |
||||||
|
2. |
Penegasan Mengenai Pelaksanaan Ketentuan PP 23 Tahun 2018 |
|||||||
|
|
a. |
Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai PPh
berdasarkan PP 23 Tahun 2018. |
||||||
|
|
|
1) |
Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang dapat dikenai
PPh berdasarkan ketentuan PP 23 Tahun 2018 yaitu: |
|||||
|
|
|
|
a) |
Wajib Pajak orang pribadi; |
||||
|
|
|
|
b) |
Wajib Pajak badan berbentuk: |
||||
|
|
|
|
|
(1) |
Persekutuan Komanditer (CV) dan firma berdasarkan Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang; |
|||
|
|
|
|
|
(2) |
Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, beserta peraturan pelaksanaannya; dan |
|||
|
|
|
|
|
(3) |
Koperasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian, beserta peraturan pelaksanaannya, |
|||
|
|
|
|
yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1
(satu) Tahun Pajak. |
|||||
|
|
|
2) |
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1), yang tidak dikenai PPh berdasarkan
PP 23 Tahun 2018 yaitu: |
|||||
|
|
|
|
a) |
Wajib Pajak memilih untuk dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh; |
||||
|
|
|
|
b) |
Wajib Pajak badan berbentuk Persekutuan Komanditer (CV) atau firma yang
dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian
khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) PP 23 Tahun 2018; |
||||
|
|
|
|
c) |
Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas PPh berdasarkan: |
||||
|
|
|
|
|
(1) |
Pasal 31A UU PPh; atau |
|||
|
|
|
|
|
(2) |
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam
Tahun Berjalan beserta perubahan atau penggantinya; dan |
|||
|
|
|
|
d) |
Bentuk Usaha Tetap (BUT). |
||||
|
|
b. |
Penghasilan yang dikenai PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018. |
||||||
|
|
|
1) |
Berdasarkan memori penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPh, aliran penghasilan
bagi Wajib Pajak dapat dikelompokkan menjadi: |
|||||
|
|
|
|
a) |
penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas
seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, akuntan,
pengacara, dan sebagainya; |
||||
|
|
|
|
b) |
penghasilan dari usaha dan kegiatan; |
||||
|
|
|
|
c) |
penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak maupun harta tak gerak,
seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau
hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan |
||||
|
|
|
|
d) |
penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah. |
||||
|
|
|
2) |
Penghasilan yang menjadi objek PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018 yaitu
keseluruhan peredaran bruto dari usaha, termasuk peredaran bruto dari cabang,
kecuali penghasilan tersebut: |
|||||
|
|
|
|
a) |
diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) PP 23 Tahun 2018; |
||||
|
|
|
|
b) |
diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah
dibayar di luar negeri; |
||||
|
|
|
|
c) |
telah dikenai PPh yang bersifat final dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan |
||||
|
|
|
|
d) |
dikecualikan sebagai objek pajak. |
||||
|
|
|
3) |
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengalihan
harta yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan tidak termasuk
penghasilan dari usaha yang dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018. |
|||||
|
|
|
4) |
Contoh: |
|||||
|
|
|
|
a) |
PT. A perusahaan manufaktur, pada suatu tahun mendapat penghasilan dari
penjualan harta berupa kendaraan bermotor yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan dan digunakan untuk operasional perusahaan.
Penghasilan dari penjualan harta berupa kendaraan bermotor yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan tersebut bagi perusahaan
manufaktur tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai PPh final
berdasarkan PP 23 Tahun 2018 sehingga
dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh. |
||||
|
|
|
|
b) |
Wajib Pajak orang pribadi pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak, maka
atas penghasilan dari usaha tersebut dikenakan PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018. |
||||
|
|
c. |
Pemberitahuan bagi Wajib Pajak yang memilih untuk dikenai PPh berdasarkan
Ketentuan Umum PPh. |
||||||
|
|
|
1) |
Wajib Pajak yang memenuhi kriteria subjek pajak yang dikenai PPh
berdasarkan PP 23 Tahun 2018 namun
memilih untuk dikenai pph Berdasarkan Ketentuan Umum PPh, wajib menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal melalui: |
|||||
|
|
|
|
a) |
KPP tempat Wajib Pajak pusat terdaftar; |
||||
|
|
|
|
b) |
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau KPP
Mikro yang berada di dalam wilayah kerja KPP tempat Wajib Pajak pusat
terdaftar; atau |
||||
|
|
|
|
c) |
saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal, antara lain
melalui laman www.pajak.go.id. |
||||
|
|
|
2) |
Penyampaian pemberitahuan dilakukan paling lambat pada akhir Tahun Pajak
dan pengenaan PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh bagi Wajib Pajak tersebut
berlaku mulai Tahun Pajak berikutnya. |
|||||
|
|
|
3) |
Khusus bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak tanggal 1 Juli 2018 sampai
dengan tanggal 31 Desember 2018, dapat dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum
PPh mulai Tahun Pajak terdaftar dengan cara menyampaikan pemberitahuan paling
lambat tanggal 31 Desember 2018 atau paling lambat akhir Tahun Pajak
terdaftar. |
|||||
|
|
|
4) |
Wajib Pajak yang terdaftar sejak 1 Januari 2019 dapat dikenai PPh
Berdasarkan Ketentuan Umum PPh mulai Tahun Pajak terdaftar dengan
menyampaikan pemberitahuan pada saat mendaftarkan diri dengan cara: |
|||||
|
|
|
|
a) |
bersamaan dengan permohonan pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
atau |
||||
|
|
|
|
b) |
terpisah dengan permohonan pendaftaran NPWP namun diajukan pada hari yang
sama dengan permohonan pendaftaran NPWP. |
||||
|
|
|
5) |
Dalam hal Wajib Pajak sejak awal Tahun Pajak 2018 sampai dengan tanggal
30 Juni 2018 tidak memenuhi syarat untuk menjalankan kewajiban
perpajakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 (PP 46 Tahun 2013),
namun sejak tanggal 1 Juli 2018 memenuhi ketentuan sebagai Wajib Pajak yang
dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018, Wajib
Pajak dapat memilih untuk dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh mulai
Tahun Pajak 2018 sepanjang Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan paling
lambat pada tanggal 31 Desember 2018. |
|||||
|
|
|
6) |
Contoh: |
|||||
|
|
|
|
a) |
Tuan B terdaftar pada tanggal 3 Agustus 2019 dan memiliki usaha toko
kelontong. Pada saat mendaftar untuk memperoleh NPWP, Tuan B memberitahukan
memilih untuk dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh, sehingga Tahun
Pajak 2019 dan seterusnya Tuan B melakukan penghitungan, penyetoran dan
pelaporan PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh. |
||||
|
|
|
|
b) |
Tuan C terdaftar sejak 10 Oktober 2017 dan telah menghitung, menyetor dan
melaporkan usahanya sesuai PP 46 Tahun 2013. Sejak
bulan Juli 2018, Tuan C menghitung, menyetor dan melaporkan usahanya sesuai
ketentuan PP 23 Tahun 2018. Pada
bulan Oktober 2019 Tuan C menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPP tempat
Tuan C terdaftar untuk dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh. |
||||
|
|
|
|
|
Sampai dengan akhir Tahun Pajak 2019, Tuan C tetap menghitung, menyetor,
dan melaporkan usahanya sesuai ketentuan PP 23 Tahun 2018. Tuan
C dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh mulai Tahun Pajak 2020 dan
seterusnya. |
||||
|
|
d. |
Perlakuan PPh bagi Wajib Pajak badan tertentu berbentuk CV atau firma. |
||||||
|
|
|
1) |
Tidak termasuk Wajib Pajak yang dikenai PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 antara
lain Wajib Pajak badan berbentuk CV atau firma yang dibentuk oleh beberapa
Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus, menyerahkan jasa
sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (4) PP 23 Tahun 2018. |
|||||
|
|
|
2) |
Dalam hal salah satu pemilik CV atau firma memiliki keahlian khusus
sehubungan dengan pekerjaan bebas, sedangkan pemilik yang lain tidak memiliki
keahlian khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) PP 23 Tahun 2018, maka
CV atau firma tersebut dikecualikan dari subjek pajak berdasarkan PP 23 Tahun 2018 sepanjang
menyerahkan jasa sehubungan dengan keahlian khusus dan/atau pekerjaan bebas
pemiliknya. |
|||||
|
|
|
3) |
Contoh: |
|||||
|
|
|
|
Tuan F seorang konsultan pajak dan bersama Tuan G dan Tuan H yang bukan
konsultan pajak membentuk CV FGH. CV tersebut menjalankan usaha dengan
memberikan jasa konsultan pajak. Karena CV FGH memberikan jasa sesuai dengan
keahlian khusus salah satu pendirinya maka CV FGH dikecualikan dari subjek
pajak PP 23 Tahun 2018 dan
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh CV FGH dikenai PPh Berdasarkan
Ketentuan Umum PPh. |
|||||
|
|
e. |
Perlakuan PPh bagi Wajib Pajak badan berupa bank, bank perkreditan
rakyat, koperasi simpan pinjam, lembaga keuangan mikro, lembaga pemberi dana
pinjaman, dan/atau badan yang melakukan usaha gadai. |
||||||
|
|
|
1) |
Bagi Wajib Pajak badan berupa bank, bank perkreditan rakyat, koperasi
simpan pinjam, lembaga keuangan mikro, lembaga pemberi dana pinjaman,
dan/atau badan yang melakukan usaha gadai yang memenuhi kriteria berdasarkan
PP 23 Tahun 2018, atas
penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh dapat dikenai PPh
bersifat final sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari jumlah peredaran
bruto setiap bulan. |
|||||
|
|
|
2) |
Peredaran bruto yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah jumlah seluruh
penghasilan usaha jasa perbankan/peminjaman, antara lain: |
|||||
|
|
|
|
a) |
pendapatan bunga, fee, komisi, dan seluruh penghasilan yang
terkait dengan pemberian kredit/pinjaman, tidak termasuk pembayaran pokok
kredit/pinjaman; dan |
||||
|
|
|
|
b) |
penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan atas simpanan di bank
lain, serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh
oleh Wajib Pajak bank/bank perkreditan rakyat. |
||||
|
|
f. |
Perlakuan atas PPh Final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 yang
telah dipotong atau dipungut atau disetor sendiri bagi Wajib Pajak yang telah
diterbitkan surat pembatalan dan/atau pencabutan Surat Keterangan. |
||||||
|
|
|
1) |
Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat pembatalan atau pencabutan Surat
Keterangan wajib melaksanakan kewajiban PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh
terhitung sejak saat tidak terpenuhinya kriteria sebagai Wajib Pajak yang
dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018. |
|||||
|
|
|
2) |
Pembayaran dan/atau pemotongan PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018 atas
penghasilan Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat pembatalan atau
pencabutan Surat Keterangan yang dilakukan sampai dengan diterbitkannya surat
pembatalan atau pencabutan Surat Keterangan diperlakukan atau dianggap
sebagai angsuran PPh Tahun Pajak yang bersangkutan. |
|||||
|
|
|
3) |
Contoh: |
|||||
|
|
|
|
Tn. X terdaftar pada tahun 2018 dan memiliki usaha toko peralatan sekolah
dengan peredaran usaha pada Tahun Pajak 2018 dan 2019 tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) serta memperoleh
Surat Keterangan sejak Juli 2018. Tn X menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi Tahun Pajak 2020 dengan peredaran usaha lebih dari Rp4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada bulan Maret 2021 sehingga KPP
menerbitkan Surat Pencabutan atas Surat Keterangan pada bulan April 2021. |
|||||
|
|
|
|
Pada bulan Januari s.d. April 2021, terdapat transaksi pengadaan barang
dengan lnstansi Pemerintah yang masih dilakukan pemotongan PPh final
berdasarkan PP 23 Tahun 2018 karena
Tn. X masih menunjukkan Surat Keterangan. Selain itu Tn. X juga masih
melakukan penyetoran PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018. |
|||||
|
|
|
|
Atas pembayaran maupun pemotongan PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 pada
masa Pajak Januari 2021 s.d diterbitkan Surat Pencabutan atas Surat
Keterangan, dapat dikreditkan sebagai angsuran PPh pada SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi Tn. X Tahun Pajak 2021. |
|||||
|
|
|
|
Pemotong atau pemungut PPh tidak wajib melakukan pembetulan SPT Masa PPh
atas transaksi pemotongan atau pemungutan tersebut pada periode sebelum
diterbitkan Surat Pencabutan atas Surat Keterangan. |
|||||
|
|
g. |
Kompensasi kerugian bagi Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan yang dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018. |
||||||
|
|
|
Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai PPh
final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 dan
menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian atas
penghasilan yang tidak dikenai PPh yang bersifat final dengan ketentuan
sebagai berikut: |
||||||
|
|
|
1) |
kompensasi kerugian dilakukan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut
sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak; |
|||||
|
|
|
2) |
Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah antara
penghasilan yang dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh dan penghasilan
yang dikenai PPh final; |
|||||
|
|
|
3) |
Tahun Pajak dikenakannya PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 tetap
diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu tersebut; dan |
|||||
|
|
|
4) |
kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya PPh final berdasarkan
PP 23 Tahun 2018 tidak
dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak berikutnya, kecuali terdapat kerugian
dari penghasilan yang tidak dikenai PPh yang bersifat final. |
|||||
|
|
h. |
Penghitungan angsuran PPh Pasal 25. |
||||||
|
|
|
1) |
Dalam hal Wajib Pajak selain menerima atau memperoleh penghasilan yang
dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018 juga
menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan
Umum PPh, atas penghasilan yang dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh
tetap dikenai kewajiban pembayaran angsuran PPh sesuai ketentuan dalam Pasal
25 UU PPh dan aturan pelaksanaannya. |
|||||
|
|
|
2) |
Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi
kriteria sebagai Wajib Pajak berdasarkan PP 23 Tahun 2018 termasuk
yang memilih untuk dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh yaitu: |
|||||
|
|
|
|
a) |
bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf b UU
PPh dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, besarnya angsuran pajak
yaitu sesuai dengan besarnya angsuran PPh bagi Wajib Pajak tersebut
sebagaimana telah diatur dalam PMK-215/PMK.03/2018 beserta
perubahannya; |
||||
|
|
|
|
b) |
bagi Wajib Pajak selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a),
besarnya angsuran pajak yaitu nihil. |
||||
|
|
i. |
Hal-hal lain yang perlu ditegaskan terkait dengan pengenaan PPh
berdasarkan PP 23 Tahun 2018 sebagai
berikut: |
||||||
|
|
|
1) |
Wajib Pajak yang dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018 memiliki
kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP di KPP yang wilayah
kerjanya meliputi: |
|||||
|
|
|
|
a) |
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak; dan |
||||
|
|
|
|
b) |
tempat kegiatan usaha Wajib Pajak. |
||||
|
|
|
2) |
Dalam hal tempat kegiatan usaha dan tempat tinggal atau tempat kedudukan
Wajib Pajak berada pada wilayah kerja KPP yang sama, kewajiban mendaftarkan
diri untuk memperoleh NPWP Cabang tidak berlaku dan pelaksanaan hak dan
pemenuhan kewajiban perpajakannya menggunakan NPWP Pusat. |
|||||
|
|
|
3) |
Dalam hal Wajib Pajak memiliki 2 (dua) atau lebih tempat kegiatan usaha
yang berada pada wilayah kerja KPP yang sama, namun tempat kegiatan usaha
tersebut berada pada wilayah kerja KPP yang berbeda dengan tempat tinggal
atau tempat kedudukannya maka Wajib Pajak tersebut dapat memilih salah satu
tempat kegiatan usaha untuk didaftarkan dan diberikan 1 (satu) NPWP Cabang
yang menjadi bagian dari NPWP yang terdaftar di KPP yang meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak. |
|||||
|
|
|
|
Contoh: |
|||||
|
|
|
|
a) |
PT. ABC bertempat kedudukan di Kabupaten Subang yang merupakan wilayah
kerja KPP Pratama Subang, dan memiliki tempat kegiatan usaha yang juga berada
di Kabupaten Subang. Dengan demikian, PT. ABC tidak perlu mendaftarkan diri
untuk diberikan NPWP Cabang atas tempat kegiatan usaha tersebut, dan
pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan atas tempat kegiatan
usaha tersebut dilakukan menggunakan NPWP yang diberikan atas tempat
kedudukan PT. ABC. |
||||
|
|
|
|
b) |
Tuan A bertempat tinggal di Kota Jayapura yang merupakan wilayah kerja
KPP Pratama Jayapura. Tuan A juga memiliki 3 (tiga) tempat kegiatan usaha
berupa toko yang berada di: |
||||
|
|
|
|
|
(1) |
Kabupaten Mimika, yang merupakan wilayah kerja KPP Pratama Timika; |
|||
|
|
|
|
|
(2) |
Kabupaten lntan Jaya, yang merupakan wilayah kerja KPP Pratama Timika;
dan |
|||
|
|
|
|
|
(3) |
Kabupaten Merauke, yang merupakan wilayah kerja KPP Pratama Merauke. |
|||
|
|
|
|
|
Tuan A wajib mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP di KPP Pratama
Jayapura. Selain itu, atas 2 (dua) tempat kegiatan usaha yang berada di
Kabupaten Mimika dan Kabupaten lntan Jaya tersebut, Tuan A dapat memilih
salah satu tempat kegiatan usaha untuk didaftarkan dan diberikan 1 (satu)
NPWP Cabang di KPP Pratama Timika yang digunakan untuk pelaksanaan hak
dan/atau pemenuhan kewajiban atas kedua tempat kegiatan usahanya, misalnya
tempat kegiatan usaha di Kabupaten Mimika. Dan atas tempat kegiatan usaha
yang berada di Kabupaten Merauke, Tuan A wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP Cabang di KPP Pratama Merauke. |
||||
|
|
|
4) |
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto dari usaha pada Tahun Pajak
2017 melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
kemudian pada Tahun Pajak 2018 memiliki peredaran bruto dari usaha tidak
melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), tidak
termasuk Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang dikenai
PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018,
sehingga untuk Tahun Pajak 2018 dan seterusnya dikenai PPh Berdasarkan
Ketentuan Umum PPh walaupun Wajib Pajak tersebut tidak menyampaikan
pemberitahuan memilih untuk dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh. |
|||||
|
|
|
5) |
Wajib Pajak orang pribadi yang dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018 dan
memenuhi kriteria Pasal 14 ayat (2) UU PPh dapat memilih untuk tidak
menyelenggarakan pembukuan, namun Wajib Pajak tetap memiliki
kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan tanpa harus menyampaikan
pemberitahuan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto. |
|||||
|
|
|
6) |
Dalam hal terdapat nota retur atau nota pembatalan karena pengembalian
barang atau pembatalan seluruh/sebagian hak/fasilitas/kemudahan oleh pihak
penerima barang dan/atau jasa, maka nilai pengembalian barang atau pembatalan
jasa dimaksud dapat menjadi pengurang penghasilan bruto yang menjadi dasar
pengenaan PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018 pada
saat terjadi pengembalian barang atau jasa. Pengembalian barang/jasa dianggap
tidak terjadi jika terdapat penggantian barang/jasa yang sama baik jumlah fisik,
jenis, maupun harganya. |
|||||
|
|
|
7) |
PPh yang terutang berdasarkan PP 23 Tahun 2018 dilunasi
dengan cara: |
|||||
|
|
|
|
a) |
disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu;
atau |
||||
|
|
|
|
b) |
dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau Pemungut Pajak yang ditunjuk
sebagai Pemotong atau Pemungut Pajak. |
||||
|
|
|
8) |
Pembayaran PPh dengan cara disetor sendiri dilakukan dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang dipersamakan
dengan SSP paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir dengan mengisi Kade Akun Pajak 411128 dan Kade Jenis
Setoran 420 untuk setiap tempat kegiatan usaha terdaftar. |
|||||
|
|
|
|
Contoh: |
|||||
|
|
|
|
Tuan A sebagaimana dimaksud pada contoh pada angka 3) huruf b) melakukan
penyetoran sendiri PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 paling
lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
menggunakan NPWP yang terdaftar pada: |
|||||
|
|
|
|
a) |
KPP Pratama Timika, atas tempat usaha yang berada di Kabupaten Mimika dan
Kabupaten lntan Jaya; |
||||
|
|
|
|
b) |
KPP Pratama Merauke, atas tempat usaha yang berada di Kata Merauke. |
||||
|
|
|
|
Jika Tuan A juga melakukan kegiatan usaha di tempat tinggalnya maka Tuan
A juga menyetorkan PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 menggunakan
NPWP yang terdaftar pada KPP Pratama Jayapura. |
|||||
|
|
|
9) |
Pemotong atau Pemungut Pajak dalam kedudukan sebagai pembeli atau
pengguna jasa melakukan pemotongan atau pemungutan PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018 dengan
tarif sebesar 0,5% (nol koma lima persen) terhadap Wajib Pajak yang memiliki
Surat Keterangan, dengan ketentuan sebagai berikut: |
|||||
|
|
|
|
a) |
dilakukan atas setiap transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa
yang merupakan objek pemotongan atau pemungutan PPh sesuai ketentuan yang
mengatur mengenai pemotongan atau pemungutan PPh; dan |
||||
|
|
|
|
b) |
Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018 menyerahkan
fotokopi Surat Keterangan kepada Pemotong atau Pemungut Pajak. |
||||
|
|
|
10) |
Saat terutang PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018 yang
pelunasannya dilakukan dengan cara pematangan atau pemungutan mengikuti
ketentuan yang mengatur mengenai pemotongan atau pemungutan PPh sesuai
ketentuan umum PPh yang menjadi dasar pemotongan atau pemungutan. |
|||||
|
|
|
|
Contoh: |
|||||
|
|
|
|
PT. A memberikan jasa perawatan kendaraan kepada PT. B pada tanggal 10
Januari 2019. Tagihan atas jasa tersebut disampaikan tanggal 11 Januari 2019. |
|||||
|
|
|
|
PT. B melakukan pembayaran atas tagihan tersebut tanggal 15 Februari
2019. Kewajiban PT. B melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi
tersebut namun karena PT. A memberikan fotokopi Surat Keterangan maka PT. B
melakukan pemotongan PPh final 0,5% (nol koma lima persen) dari penghasilan
bruto. Saat terutang PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 tersebut
sama dengan saat terutang PPh yang menjadi dasar pemotongan (dalam hal ini
adalah PPh Pasal 23) yaitu pada saat yang terjadi terlebih dahulu antara
pembayaran dan saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau
faktur. |
|||||
|
|
|
11) |
Pemotong atau Pemungut Pajak tidak melakukan pemotongan atau pemungutan
PPh Pasal 22 terhadap Wajib Pajak yang memiliki Surat Keterangan yang
melakukan transaksi: |
|||||
|
|
|
|
a) |
impor; atau |
||||
|
|
|
|
b) |
pembelian barang, |
||||
|
|
|
|
dan Wajib Pajak bersangkutan harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan
kepada Pemotong atau Pemungut Pajak |
|||||
|
|
|
12) |
Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat menyerahkan fotokopi Surat Keterangan
kepada Pemotong atau Pemungut Pajak, dan/atau kebenaran Surat Keterangan
tidak terkonfirmasi, maka Pemotong atau Pemungut Pajak melakukan pemotongan
atau pemungutan PPh sesuai ketentuan umum PPh. |
|||||
|
|
|
13) |
Dalam hal terdapat transaksi yang menjadi objek pemotongan atau
pemungutan PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 namun
telanjur dipotong atau dipungut PPh Berdasarkan ketentuan umum PPh oleh pihak
lain maka |
|||||
|
|
|
|
a) |
Wajib Pajak yang dikenai PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 tetap
memiliki kewajiban untuk menyetorkan sendiri PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 sebesar
0,5% (nol koma lima persen) dari penghasilan bruto atas transaksi tersebut;
dan |
||||
|
|
|
|
b) |
atas PPh yang telanjur dipotong atau dipungut pihak lain tersebut dapat: |
||||
|
|
|
|
|
(1) |
diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang
sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau |
|||
|
|
|
|
|
(2) |
dikreditkan terhadap PPh yang terutang berdasarkan ketentuan umum PPh
untuk Tahun Pajak yang bersangkutan, |
|||
|
|
|
|
|
oleh Wajib Pajak yang dikenai PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018. |
||||
|
|
|
|
Contoh: |
|||||
|
|
|
|
PT. DEF merupakan Wajib Pajak yang memenuhi kriteria untuk dikenai PPh
berdasarkan PP 23 Tahun 2018. PT.
DEF menyewakan kendaraan kepada lnstansi Pemerintah dengan nilai transaksi
Rp15.000.000,- (lima belas juta rupiah). |
|||||
|
|
|
|
Pada saat terutang PPh, PT. DEF tidak menyerahkan fotokopi Surat
Keterangan kepada lnstansi Pemerintah sehingga dilakukan pemotongan PPh Pasal
23 dengan tarif 2% (dua persen) dari penghasilan bruto oleh lnstansi
Pemerintah. |
|||||
|
|
|
|
Atas transaksi persewaan kendaraan tersebut PT. DEF tetap memiliki
kewajiban untuk menyetorkan sendiri PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 sebesar
0,5% (nol koma lima persen) dari penghasilan bruto. Dan atas pemotongan PPh
Pasal 23 yang telah dilakukan oleh lnstansi Pemerintah, dapat: |
|||||
|
|
|
|
a) |
diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang
oleh PT. DEF; atau |
||||
|
|
|
|
b) |
dikreditkan terhadap PPh yang terutang berdasarkan ketentuan umum PPh
untuk Tahun Pajak yang bersangkutan. |
||||
|
|
|
14) |
Pemotong atau Pemungut Pajak wajib menyetorkan PPh final berdasarkan
PP 23 Tahun 2018 yang
telah dipotong atau dipungut paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang
dipersamakan dengan SSP dengan ketentuan: |
|||||
|
|
|
|
a) |
diisi atas nama Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut; |
||||
|
|
|
|
b) |
ditandatangani oleh Pemotong atau Pemungut Pajak, dan |
||||
|
|
|
|
c) |
diisi Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 423 sebagaimana
diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal yang mengatur mengenai Bentuk
Formulir Surat Setoran Pajak. |
||||
|
|
|
15) |
SSP sebagaimana dimaksud pada angka 14) merupakan bukti pemotongan atau
pemungutan PPh dan harus diberikan oleh Pemotong atau Pemungut Pajak kepada
Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut. |
|||||
|
|
|
16) |
Pemotong atau Pemungut Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan
PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018, wajib
menyampaikan SPT Masa PPh 4 ayat (2) ke KPP terdaftar paling lama tanggal 20
(dua puluh) setelah Masa Pajak berakhir dengan mengisi baris pada angka 11
formulir SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2): |
|||||
|
|
|
|
a) |
Kolom Uraian diisi dengan "Penghasilan Usaha WP yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu", dan |
||||
|
|
|
|
b) |
Kolom KAP/KJS diisi dengan "411128/423". |
||||
|
|
|
17) |
Bagi Wajib Pajak yang sejak awal Tahun Pajak 2018 sampai dengan sebelum
PP 23 Tahun 2018 berlaku
tidak memenuhi syarat untuk menjalankan kewajiban perpajakan berdasarkan
PP 46 Tahun 2013, namun
sejak 1 Juli 2018 memenuhi ketentuan sebagai Wajib Pajak yang dikenai PPh
final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 dan
Wajib Pajak tidak memilih untuk dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh,
penghitungan untuk pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 adalah sebagai
berikut: |
|||||
|
|
|
|
a) |
peredaran usaha sejak awal Tahun Pajak 2018 sampai dengan Juni 2018
merupakan penghasilan yang dihitung pajaknya menggunakan ketentuan umum PPh
sedangkan peredaran usaha mulai Juli 2018 sampai akhir Tahun Pajak 2018
merupakan penghasilan yang dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018; |
||||
|
|
|
|
b) |
pengeluaran dan/atau biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final dan/atau dikenakan pajak
berdasarkan norma penghitungan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 Undang-Undang PPh dan Norma Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 UU PPh tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya
Penghasilan Kena Pajak; |
||||
|
|
|
|
c) |
angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh dan pajak yang
telah dipotong dan/atau dipungut pihak lain selain yang bersifat final dapat
dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan. |
||||
|
|
|
|
d) |
bukti pembayaran dan/atau bukti pemotongan PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018 dilaporkan
pada kelompok penghasilan yang dikenai PPh final. |
||||
|
|
|
18) |
Dalam hal sistem mengidentifikasi bahwa permohonan Wajib Pajak tidak
memenuhi syarat validasi pada saat mengajukan Surat Keterangan namun Wajib
Pajak memenuhi kriteria untuk dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018, KPP
dapat menindaklanjuti dengan melakukan perubahan data secara jabatan sesuai
prosedur sebagaimana diatur dalam Lampiran huruf G Surat Edaran Direktur
Jenderal ini. |
|||||
|
|
|
19) |
Dalam hal Wajib Pajak telah memiliki Surat Keterangan yang diterbitkan
secara manual, KPP harus menyampaikan himbauan kepada Wajib Pajak agar
mengajukan kembali permohonan Surat Keterangan kepada Direktur Jenderal
secara daring (online) melalui laman www.pajak.go.id. |
|||||
|
3. |
Prosedur Pelaksanaan PP 23 Tahun 2018,
contoh format Surat Penyampaian lnformasi, dan contoh format Uraian
Penelitian yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini yang terdiri dari: |
|||||||
|
|
a. |
Prosedur Penerimaan Surat Pemberitahuan Wajib Pajak yang Memilih Untuk
Dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh Melalui Saluran Tertentu yang
Ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
||||||
|
|
b. |
Prosedur Penerimaan Surat Pemberitahuan Wajib Pajak yang Memilih untuk
Dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh Secara Langsung Melalui KPP/KP2KP. |
||||||
|
|
c. |
Prosedur Penerimaan Permohonan Surat Keterangan Dikenai PPh berdasarkan
PP 23 Tahun 2018 Melalui
Laman Direktorat Jenderal Pajak. |
||||||
|
|
d. |
Prosedur Penerimaan Permohonan Surat Keterangan Dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018 secara
langsung melalui KPP/KPP Mikro/KP2KP. |
||||||
|
|
e. |
Prosedur Pembatalan atau Pencabutan Surat Keterangan Dikenai PPh
berdasarkan PP 23 Tahun 2018. |
||||||
|
|
f. |
Prosedur Konfirmasi Kebenaran Surat Keterangan Dikenai PPh berdasarkan
PP 23 Tahun 2018. |
||||||
|
|
g. |
Prosedur Perubahan Data Wajib Pajak secara jabatan terkait validasi
sistem Wajib Pajak PP 23 Tahun 2018. |
||||||
|
|
h. |
Contoh format Surat Penyampaian lnformasi Bagi Wajib Pajak yang Memilih
untuk Dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh. |
||||||
|
|
i. |
Contoh Format Laporan Hasil Penelitian terkait PP 23 Tahun 2018. |
||||||
|
|
|
|
||||||
F. |
Penutup |
||||||||
|
1. |
Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, maka: |
|||||||
|
|
a. |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2013 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu; dan |
||||||
|
|
b. |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ/2014 tentang
Penegasan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, |
||||||
|
|
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
|||||||
|
2. |
Agar pelaksanaan pengenaan PPh yang bersifat final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 sebagaimana
ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini dapat berjalan dengan
baik, dengan ini para: |
|||||||
|
|
a. |
Kepala Kantor Wilayah diminta untuk melakukan pengawasan dan sosialisasi
Surat Edaran Direktur Jenderal ini di lingkungan kerja masing-masing; dan |
||||||
|
|
b. |
Kepala KPP, Kepala KP2KP, dan Kepala KPP Mikro diminta untuk melakukan
sosialisasi dan pengawasan pelaksanaan PP 23 Tahun 2018 yang
dilakukan oleh Wajib Pajak. |
||||||
|
|
|
|
||||||
|
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. |
||||||||
|
|
||||||||
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2020 DIREKTUR JENDERAL, ttd. SURYO UTOMO sumber : https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/surat-edaran-direktur-jenderal-pajak-se-46pj2020 |
Komentar
Posting Komentar